JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggebrak dengan menyita sejumlah dokumen penting terkait skandal korupsi pengurusan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Penyitaan ini dilakukan usai pemeriksaan intensif terhadap mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker periode 2020–2023, Suhartono, pada Senin (2/6/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Kasus ini menguak dugaan pemerasan dan gratifikasi yang mengguncang sistem pengelolaan tenaga kerja asing di Indonesia.
Skandal Pemerasan TKA Terungkap
KPK saat ini mendalami kasus korupsi yang berfokus pada pengurusan izin TKA selama periode 2020–2023. Menurut Plt Deputi Bidang Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, oknum pejabat di Direktorat Jenderal Binapenta Kemnaker diduga memeras calon tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia.
“Oknum Kemnaker pada Dirjen Binapenta memungut atau memaksa seseorang memberikan sesuatu (Pasal 12e) dan/atau menerima gratifikasi (Pasal 12B) terhadap para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia,” ujar Asep pada Selasa (20/5).
Total delapan tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, menandakan luasnya jaringan korupsi yang diduga melibatkan pejabat tinggi Kemnaker. Pemeriksaan terhadap Suhartono menjadi salah satu langkah krusial KPK untuk mengungkap aliran dana haram dari praktik pemerasan ini.
Dokumen Disita, Pemeriksaan Berlanjut
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyitaan dokumen dilakukan tanpa banyak pertanyaan materi selama pemeriksaan Suhartono.
“Penyidik melakukan penyitaan dokumen, tidak ada pemeriksaan atau pertanyaan materi,” kata Budi pada Selasa (3/6/2025).
Dokumen-dokumen tersebut diduga menjadi kunci dalam melacak aliran uang dan mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam skandal ini.
Selain Suhartono, KPK juga memanggil Direktur Jenderal Binapenta Kemnaker 2024–2025, Haryanto, untuk diperiksa. Namun, Haryanto berhalangan hadir dengan alasan sakit, sebagaimana disampaikan melalui surat yang dilengkapi keterangan medis dari rumah sakit.
“Saudara Haryanto tidak hadir. Yang bersangkutan mengirim surat ke KPK dengan melampirkan surat sakit dari RS,” jelas Budi.
Jejak Korupsi yang Menggurita
Kasus ini bukan sekadar pelanggaran kecil. KPK menduga praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak 2019, dengan total dana yang terkumpul mencapai Rp53 miliar berdasarkan perhitungan sementara. Aliran uang ini diduga mengalir ke agen-agen TKA yang mengurus dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemnaker.
Dua saksi kunci, yaitu Rizky Junianto (Koordinator Bidang Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA) dan Fitriana Susilowati (Pengantar Kerja Ahli Madya Kemnaker), juga telah diperiksa untuk mengungkap peran pihak lain yang menikmati hasil korupsi tersebut.
Penyidik KPK tidak hanya melakukan pemeriksaan saksi. Penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk kantor Kemnaker dan rumah-rumah di wilayah Jabodetabek, menghasilkan penyitaan aset berupa 11 mobil, termasuk merek mewah seperti BMW dan Pajero, serta dua sepeda motor. Barang-barang ini kini disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Rampasan Negara (Rupbasan) sebagai bukti kuat adanya aliran dana haram.
Dampak pada Tata Kelola Ketenagakerjaan
Skandal ini tidak hanya soal korupsi, tetapi juga mencoreng tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia. Praktik pemerasan dalam pengurusan TKA diyakini merusak sistem yang seharusnya mendukung tenaga kerja asing berkontribusi secara legal dan transparan.
“Kita perlu melihat bagaimana tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia. Praktik-praktik korupsi ini mencederai sistem dan tata kelola ketenagakerjaan,” ujar Budi Prasetyo.
Tuntutan Publik dan Langkah KPK ke Depan
Kasus ini telah memicu gelombang reaksi dari masyarakat, termasuk aksi demonstrasi oleh massa buruh yang menuntut KPK mengusut tuntas skandal ini tanpa pandang bulu. KPK berkomitmen untuk terus menelusuri aliran dana dan dampak korupsi ini, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain seperti imigrasi.
Dengan dokumen yang kini berada di tangan penyidik, KPK semakin mendekati titik terang untuk mengungkap jaringan korupsi di Kemnaker. Publik kini menanti langkah tegas KPK untuk memastikan para pelaku mendapatkan hukuman setimpal dan sistem ketenagakerjaan dibersihkan dari praktik kotor.