JAKARTA – Uni Eropa (UE) resmi memberlakukan kebijakan baru yang memperketat regulasi impor produk perikanan dari negara berkembang. Langkah ini diambil untuk menekan praktik penangkapan ikan berlebihan (overfishing) dan mendorong keberlanjutan stok ikan dunia. Negara-negara seperti Indonesia kini menghadapi tantangan besar untuk menyesuaikan standar ekspor mereka demi menghindari sanksi dan larangan dagang.
Kebijakan ini merupakan pembaruan atas Regulasi IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing) yang telah diterapkan sejak 2010. UE kini menetapkan pembatasan lebih ketat terhadap negara yang tidak mengelola sumber daya ikan secara berkelanjutan, terutama terhadap stok ikan bersama (shared stocks). Negara yang melanggar bisa menerima “kartu kuning” sebagai peringatan, bahkan “kartu merah” yang berarti pelarangan total ekspor ke pasar UE.
Mengapa Uni Eropa Melakukan Pengetatan?
Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan bahwa 60% ekspor sumber daya ikan berasal dari negara berkembang, dengan Asia menyumbang sekitar 68% armada penangkap ikan global. Sayangnya, praktik penangkapan yang tidak berkelanjutan telah menurunkan populasi ikan secara signifikan, mengancam ketahanan pangan dan mata pencaharian jutaan masyarakat pesisir di negara seperti Indonesia, Ghana, dan Bangladesh.
Sebagai salah satu pasar utama produk perikanan global, Uni Eropa ingin memastikan semua hasil laut yang masuk ke wilayahnya berasal dari praktik perikanan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan. Kebijakan ini mencakup persyaratan sertifikasi asal ikan, kepatuhan terhadap Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), dan kerja sama dalam memerangi praktik IUU fishing.
Perubahan Penting dalam Regulasi Baru
Selain pengawasan terhadap negara pengekspor, UE kini juga memperketat pengawasan di pelabuhan mereka untuk mencegah masuknya hasil tangkapan ilegal. Regulasi baru ini memperluas cakupan negara yang bisa dikenakan sanksi, tidak hanya mereka yang mengekspor langsung, tetapi juga negara yang menyediakan bendera untuk kapal-kapal perikanan yang beroperasi di wilayah perairan internasional.
UE menegaskan bahwa semua negara harus menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan keberlanjutan laut. Jika tidak, akses pasar ke Eropa dapat diblokir sepenuhnya.
Dampak terhadap Negara Berkembang, Termasuk Indonesia
Sebagai salah satu eksportir produk perikanan terbesar, Indonesia berada di posisi yang rentan namun strategis. Kebijakan Uni Eropa bisa mempersempit akses pasar bagi pelaku industri yang belum memenuhi standar keberlanjutan. Di sisi lain, ini juga membuka peluang untuk memperkuat pengelolaan sektor perikanan nasional melalui kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang telah diluncurkan pada 2024.
Namun, tantangan terbesar masih dihadapi oleh nelayan kecil yang belum memiliki akses ke teknologi pemantauan atau alat tangkap yang sesuai standar. Penurunan populasi ikan akibat overfishing juga berdampak langsung pada kesejahteraan komunitas pesisir yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut.
Langkah Menuju Keberlanjutan Laut
Kebijakan Uni Eropa tidak hanya membatasi, tetapi juga menawarkan dukungan bagi negara berkembang untuk membenahi sektor perikanan. Bantuan teknis, transfer teknologi, dan pendanaan riset menjadi bagian dari upaya kolektif untuk menjaga ekosistem laut tetap lestari.
Data FAO menunjukkan bahwa pada 2017, sekitar 34% stok ikan laut global telah ditangkap secara berlebihan. Di tengah tekanan ini, Indonesia—yang memiliki potensi lestari ikan sebesar 12,54 juta ton per tahun—memiliki peluang besar untuk memimpin transformasi menuju perikanan berkelanjutan.
Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?
- Meningkatkan pengawasan perikanan melalui teknologi seperti Global Fishing Watch untuk mendeteksi aktivitas ilegal.
- Memberdayakan nelayan kecil dengan pelatihan dan penyediaan alat tangkap ramah lingkungan.
- Memperkuat implementasi regulasi lokal, memastikan kebijakan PIT tidak hanya menguntungkan korporasi besar, tetapi juga komunitas pesisir.
Kebijakan baru Uni Eropa adalah peringatan sekaligus peluang bagi negara berkembang untuk memperbaiki tata kelola perikanan mereka. Bagi Indonesia, tantangan ini bisa menjadi momentum untuk memperkuat posisi sebagai eksportir ikan yang berkelanjutan. Dengan komitmen terhadap keberlanjutan laut, Indonesia tak hanya menjaga sumber daya alam, tetapi juga masa depan jutaan masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada laut.