web statistic

WHO Apresiasi Regulasi Anti Tembakau Indonesia Jelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2025

4 Menit Baca
Ilustrasi peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. WHO menilai kebijakan Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk lindungi generasi muda. (Ilustrasi: ChatGPT/AI)

JAKARTA – Menjelang peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada 31 Mei 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan pujian atas langkah progresif pemerintah Indonesia dalam memperketat regulasi anti tembakau.

WHO menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 sebagai tonggak penting dalam melindungi generasi muda dari ancaman adiksi nikotin.

Dalam peraturan yang baru diterbitkan tersebut, pemerintah menetapkan batas usia pembelian produk tembakau dan nikotin minimal 21 tahun, melarang penjualan rokok secara batangan, dan memberlakukan larangan penggunaan perisa serta zat aditif.

Selain itu, promosi dan iklan produk tembakau di media sosial juga dilarang secara tegas. Langkah ini disebut sebagai bentuk komitmen serius menuju Indonesia Emas 2045 yang sehat dan produktif.

Tak hanya itu, PP No. 28/2024 mewajibkan kemasan tembakau mencantumkan peringatan kesehatan bergambar yang menutupi 50 persen dari kemasan, sebagai cara mengedukasi konsumen tentang risiko merokok.

WHO memandang aturan ini sebagai sinyal kuat dari pemerintah Indonesia dalam mengubah arah kebijakan kesehatan masyarakat.

“Peraturan baru Indonesia menjadi terobosan besar dalam upaya melindungi generasi-generasi mendatang dari bahaya terkait tembakau.”

“Langkah-langkah ini menunjukkan kemauan politik yang kuat dan kesadaran yang jelas bahwa melindungi kesehatan kalangan muda saat ini penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045,” kata Dr N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, Jumat (30/5/2025).

Lonjakan Rokok Elektrik

Data terkini dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat bahwa 30,8 persen penduduk usia 15 tahun ke atas masih menggunakan produk tembakau.

Dengan prevalensi tertinggi pada laki-laki sebesar 57,9 persen. Di sisi lain, hanya 3,3 persen perempuan yang tercatat sebagai pengguna tembakau.

Sementara itu, Global Adult Tobacco Survey 2021 mencatat lonjakan signifikan dalam penggunaan rokok elektrik, dari hanya 0,3 persen di tahun 2011 menjadi 3 persen di 2021.

Tren ini paling tinggi pada kelompok usia muda 15–24 tahun, dengan prevalensi mencapai 7,5 persen, bahkan melebihi kelompok dewasa 25–44 tahun.

Data tambahan dari Global School-Based Health Survey 2023 semakin menguatkan kekhawatiran WHO, di mana 12,4 persen pelajar usia 13–17 tahun diketahui menggunakan rokok elektrik.

Fakta ini menunjukkan perlunya pendekatan pengendalian yang lebih tajam dan menyasar kalangan pelajar secara khusus.

Sebagai tindak lanjut, WHO mendorong Indonesia agar segera menerapkan kemasan polos (plain packaging) untuk seluruh produk tembakau dan nikotin.

Desain kemasan yang dimaksud harus bebas logo dan elemen promosi, menyisakan hanya nama merek dalam huruf standar disertai peringatan kesehatan yang dominan.

Sejauh ini, sebanyak 25 negara telah mengimplementasikan kebijakan kemasan standar dan empat negara lain sedang dalam proses persiapan.

Di antara negara-negara G20, Australia, Inggris, dan Kanada telah lebih dulu menerapkannya, disusul oleh beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Laos, Myanmar, dan Thailand.

Pengalaman Australia menjadi bukti konkret, di mana sejak kebijakan kemasan polos diterapkan pada 2012, terjadi penurunan signifikan jumlah perokok dan peningkatan keinginan berhenti merokok.

WHO juga membantah klaim industri tembakau yang menyebut kemasan polos merugikan usaha kecil atau mendorong perdagangan ilegal.

Lebih lanjut, WHO menekankan bahwa Pasal 435 PP No. 28 Tahun 2024 telah memberikan dasar hukum kuat untuk memulai implementasi kemasan polos di Indonesia.

Namun, dibutuhkan regulasi teknis lanjutan agar kebijakan ini bisa segera diberlakukan secara efektif.***

Share This Article