JAKARTA – Hujan ekstrem yang terus mengguyur Korea Selatan selama tiga hari terakhir telah memaksa lebih dari 5.000 warga meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke penampungan darurat.
Curah hujan yang sangat tinggi mengakibatkan kerusakan parah pada infrastruktur dan properti warga di sejumlah wilayah.
Menurut laporan resmi dari Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan pada Jumat (18/7/2025), hujan deras ini menyebabkan setidaknya empat orang meninggal dunia dan satu orang lainnya masih dalam pencarian.
Bencana hidrometeorologi ini memunculkan kekhawatiran baru akan semakin parahnya dampak perubahan iklim di kawasan Asia Timur.
Sejumlah wilayah di bagian barat dan selatan Korea Selatan masih berada dalam status siaga banjir dan longsor, dengan intensitas hujan yang dilaporkan melampaui 400 mm dalam waktu sehari, terutama di kawasan Gwangju.
Lembaga Meteorologi Korea pun telah memperpanjang peringatan cuaca buruk hingga Sabtu (19/7/2025), mengingat curah hujan belum menunjukkan tanda mereda.
Salah satu insiden paling tragis terjadi di Osan, sekitar 44 kilometer dari Seoul, saat sebuah tembok setinggi 10 meter roboh dan menimpa mobil yang tengah melintas, menyebabkan pengemudinya tewas di tempat.
Korban lainnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan, termasuk dua orang yang terjebak dalam mobil saat banjir melanda serta satu korban jiwa yang ditemukan di ruang bawah tanah terendam air di Provinsi Chungcheong Selatan.
Ribuan lainnya kini hidup dalam kondisi darurat, dengan akses air bersih dan listrik yang terbatas di beberapa lokasi terdampak.
Menanggapi krisis ini, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung menggelar rapat darurat dan menyatakan perlunya langkah tegas dalam menghadapi cuaca ekstrem.
“Saya melihat ada kasus di mana korban jiwa terjadi karena respons yang buruk, padahal situasinya cukup bisa diprediksi,” ujarnya.
Presiden Lee juga mengkritik kelemahan sistem tanggap bencana dan menuntut agar semua potensi nasional digerakkan untuk melindungi masyarakat.
Kepala negara itu menegaskan bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah memperkuat strategi mitigasi bencana dan memastikan kesiapan infrastruktur menghadapi iklim yang semakin tidak menentu.
Dalam rapat tersebut, ia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam merespons dan mencegah tragedi serupa di masa depan.***