web statistic

Waspada! Tren Suhu Global Diprediksi Dekati Rekor Tertinggi hingga Tahun 2029

3 Menit Baca
Gambar satelit menunjukkan area pencairan es di Kutub Utara, menandai percepatan pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi saat ini. (Ilustrasi: ChatGPT/AI)

JAKARTA – Menurut laporan terbaru yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), suhu global diprediksi akan berada pada atau mendekati titik rekor tertinggi selama periode 2025 hingga 2029.

Proyeksi ini menegaskan bahwa dunia sedang menghadapi ancaman perubahan iklim yang semakin serius, dengan dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia dan ekosistem.

Wakil Sekretaris Jenderal WMO, Ko Barrett, menyampaikan bahwa dekade terakhir telah mencatat suhu terpanas dalam sejarah, dan sayangnya tren tersebut tidak menunjukkan tanda perbaikan.

“Kita baru saja melalui sepuluh tahun terpanas dalam catatan sejarah. Sayangnya, laporan WMO kali ini tidak menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan, yang berarti dampak buruk terhadap ekonomi, kehidupan sehari-hari, dan ekosistem akan terus meningkat,” ujarnya, dikutip RRI, Sabtu (31/5/2025).

Laporan Global Annual to Decadal Climate Update 2025–2029 yang disusun oleh Met Office Inggris ini menggabungkan analisis dari 15 lembaga meteorologi internasional.

Data menunjukkan kenaikan suhu berdampak pada intensitas gelombang panas, curah hujan ekstrem, kekeringan parah, pencairan es di kutub, hingga kenaikan permukaan laut.

Prediksi Utama dan Dampak Perubahan Iklim

Berdasarkan laporan WMO, ada kemungkinan 80% bahwa salah satu tahun antara 2025 sampai 2029 akan menjadi yang terpanas sepanjang sejarah, melewati rekor suhu tahun 2024.

Selain itu, prediksi menunjukkan 86% peluang suhu tahunan melampaui 1,5°C di atas rata-rata pra-industri, dengan rata-rata suhu lima tahun ke depan memiliki peluang 70% untuk tetap berada di atas angka tersebut.

Meskipun pemanasan jangka panjang rata-rata 20 tahun diperkirakan masih berada di bawah ambang 1,5°C, wilayah Arktik mengalami pemanasan lebih cepat, mencapai lebih dari 3,5 kali rata-rata global selama musim dingin, dengan kenaikan suhu mencapai 2,4°C dibandingkan baseline 1991-2020.

Penurunan es laut terus terjadi di Laut Barents, Laut Bering, dan Laut Okhotsk. Sementara itu, pola curah hujan menunjukkan wilayah Sahel, Eropa Utara, Alaska, dan Siberia Utara mengalami peningkatan kelembapan, sedangkan Amazon mengalami kondisi lebih kering.

Di Asia Selatan, musim hujan yang lebih basah diperkirakan akan berlanjut, meskipun tidak seragam tiap musim.

Ko Barrett menegaskan bahwa pemantauan dan prediksi iklim yang akurat berbasis sains sangat krusial untuk memberikan informasi tepat waktu kepada para pembuat kebijakan.

Hal ini memungkinkan mereka merespons tantangan perubahan iklim dengan strategi adaptasi yang efektif, mengurangi risiko terhadap ekonomi dan kehidupan masyarakat global.***

Share This Article